Senin, Februari 09, 2009

"Inang", Mengingatkan Kembali Jasa Ibu



Kepedulian terhadap kekayaan budaya nusantara bisa dilakukan lintas budaya. Itulah yang tercermin dalam Diskusi Budaya Batak (Launching Album Musik Tapanuli Selatan dan Selamatan Produksi Film INANG) pada Sabtu (7/2) malam yang bertempat di Hotel Sahid Jakarta.
Sutradara Irwan Siregar, yang berencana memproduksi film dengan latar belakang budaya Batak, mengungkapkan sedikit nada kekesalannya karena tidak mendapatkan dukungan dari kalangan orang Batak, namun justru disambut oleh pengusaha yang berdarah Bugis, Egy Massadiah. “Saya tidak minta apa-apa. Kini, saya hanya ingin mohon doa restu agar film INANG bisa berjalan dengan baik dan diterima oleh masyarakat Indonesia,” tegas Irwan.
INANG berkisah tentang perjuangan seorang ibu, yang rela melakukan apa saja agar sang buah hatinya mendapatkan kehidupan yang lebih baik. “Ibu dimana-mana sama saja, dia pasti berkorban demi anaknya. Namun setting Batak sengaja dipilih karena saya melihat karaktek ibu orang Batak sangat kuat. Pesan moral film ini, jangan pernah melupakan ibu kita, termasuk juga ibu pertiwi,” papar Egy.
Diskusi Budaya Batak yang digelar oleh Perkumpulan SIregar Dunia dan Ibar Pictures tersebut dihadiri oleh Ketua Dewan Penasehat DR H Arifin Siregar, Presiden Siregar Dunia Ir HM Yusuf Siregar, Sekjen Dr Abidinsyah Siregar, Mayjen TNI Dahler Hasibuan, DR Mulya P Nasution serta beberapa tokoh nasional yang berasal dari tanah Batak.

Jumat, Januari 09, 2009

Egy Massadiah, Producer





Egy Massadiah, produser Ibar Pictures, sepertinya bukan produser kebanyakan yang bikin sinetron atau film untuk mencari uang. Namun lebih didasari idealisme dan harapannya terhadap perfilman nasional.
Dimatanya film bukan sekadar hiburan, namun dapat menjadi karya seni yang membawa pesan penting serta mendidik mental bangsa. Alasan itu lah yang membuat Egy, anggota Teater Mandiri pimpinan Putu Wijaya, tidak latah mengikuti selesar pasar dan jor-joran dalam membuat film. Film pertamanya "Lari dari Blora", yang disutradarai Akhlis Suryapati serta dibintangi WS Rendra dan Ardina Rasti, adalah karya yang sarat pesan. Dengan latar belakang budaya masyarakat Samin di daerah Blora Jawa Tengah, Egy ingin mengajarkan tentang nilai-nilai kejujuran dan kerja keras tanpa harus menggurui.
Dalam dunia perfilman, Egy mengawali karir dari figuran yang bermain dalam sinetron
dan film di tahun 80-an. Kini, disamping menjadi produser, Egy terkadang juga turun tangan menyutradarai beberapa film pendek dan iklan layanan masyarakat.

Asbo



Namanya aslinya Syaeful. Namun karena berasal dari Kota Hujan Bogor, maka ia populer dipanggil Saeful Asbo atau Asbo saja. Dalam dunia produksi film-sinetron, namanya cukup lah dibilang populer. Berbagai jabatan sudah pernah dilakoninya, mulai dari unit, perancang produksi sampai astrada.
Ciri khas yang menonjol dan selalu diingat orang adalah gaya kocak dan kaca mata tebalnya. Karena kaca mata itu lah Asbo terpaksa harus membaca sms dari jarak hanya sekitar 10 cm. Dipadu dengan mimik wajahnya yang terkesan lugu, Asbo kerap disandingkan dengan figur Mr. Bean. Karena karakternya yang unik itu pula, Asbo beberapa kali pernah numpang nongol di film layar lebar.
Namun, dalam urusan pekerjaan Asbo sebenarnya amat sangat serius dan tekun. Ditangan dinginnya, mulai dari urusan nego honor pemain, lobby dengan penguasa lokasi setempat sampai urusan perut ditanggung beres dan memuaskan.

PSA Stripping




Kalau ada istilah sinetron stripping atau sinetron kejar tayang, maka istilah tersebut juga berlaku pada beberapa iklan layanan masyarakat atau public service advertisement (PSA). Akhir Desember tahun lalu, kami mengerjakan PSA kejar tayang milik Badan Pertanahan Nasional (BPN) bertema sosialisasi Larasita (Layanan Rakyat untuk Sertipikasi Tanah)

Bagaimana nggak dibilang stripping kalau Rabu (24/12) baru dilakukan finalisasi cerita, Kamis survey lokasi, Jumat persiapan, Sabtu shooting, Minggu editing, Senin preview, Selasa mulai tayang. Sembari membahas ide cerita dan storyboard, kontak ke calon pemain juga dilakukan. Maklum saja, akhir tahun biasanya sudah lazim menjadi jadwal berlibur para artis. Semula client menginginkan PSA Larasita ini dibintangi artis "Tenda Biru" yang menjadi Duta Larasita, namun karena mendadaknya pemberitahuan dan sang artis sudah keburu punya jadwal liburan akhir tahun, maka dicarilah bintang yang pas, bebas ikatan politik dan punya jadwal kosong di akhir tahun. Akhirnya, setelah beberapa nama disaring terpilih pesinetron Derry Drajat yang kebetulan memenuhi semua kriteria tersebut.

Itulah sekilas proses produksi PSA Larasita yang mengambil lokasi di kampung nelayan di Tanjung Kait, Tangerang, Banten. Syukur lah, meski diproduksi dengan persiapan waktu yang minim akhirnya PSA berdurasi 60" besutan sutradara Dindin Zenture ini tayang di 5 stasiun televisi nasional menutup tahun 2008.